Thursday, September 13, 2012

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI VISUAL



Oleh: Lisa Permitasari, S.krp, Ns
 
A.    DEFINISI
Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari 5 indera (pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, penghidu) (Stuart, 2005). Halusinasi adalah gangguan penerimaan panca indera tanpa ada stimulus/rangsangan dari luar  yang dapat meliputi semua penginderaan dimana terjadi saat kesadaran individu itu penuh atau baik.
      Halusinasi pendengaran adalah halusinasi dimana seseorang mendengar suara-suara, contohnya suara berisik atau bicara tentang pasien, suara yang membicarakan apa yang pasien pikirkan, suara memerintah dan kadang suara tersebut memerintahkan pasien untuk melakukan sesuatu yang berbahaya.
      Halusinasi penglihatan adalah halusinasi dimana seseorang melihat gambaran mungkin dalam bentuk lintasan cahaya, gambaran geometris, gambaran kartun, atau pandangan yang terperinci atau kompleks. Penglihatan tersebut bisa jadi menyenangkan atau malah menakutkan misalnya melihat monster.

B.     ETIOLOGI
Halusinasi mungkin disebabkan oleh banyak faktor, tetapi penyebab terjadinya halusinasi pada klien dengan masalah psikiatri adanya stress psikologi atau kurangnya stimulus dari lingkungan. Pada klien dengan masalah psikiatri, stres psikologi bisa menyebabkan klien berhalusinasi. Stres ini mungkin berasal dari dirinya sendiri, berpikir negatif, dan menyalahkan diri sendiri. Kurangnya stimulus lingkungan juga dapat menyebabkan halusinasi.

C.    RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS
Respon Adaptif                                                                        Respon Maladaptif
Ø  Pikiran logis
Ø  Persepsi akurat
Ø  Emosi konsisten dengan pengalaman
Ø  Perilaku sesuai
Ø  Hubungan sosial
Ø  Pikiran kadang menyimpang
Ø  Ilusi
Ø  Reaksi emosional berlebihan atau kurang
Ø  Perilaku ganjil / tak lazim
Ø  Menarik diri
Ø  Kelaianan pikiran / delusi
Ø  Halusinasi
Ø  Ketidakmampuan untuk mengalami emosi
Ø  Ketidakteraturan
Ø  Isolasi sosial
D.    FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
1.      Predisposisi
a.       Biologis
-          Abnormalitas otak, lesi pada area frontal, temporal, limbik, yang berhubungan dengan perilaku psikotik
-          Infeksi, misalnya ensefalitis dan meningitis
-          Trauma
b.      Psikologis
Perkembangan diri, pola asuh
c.       Sosial budaya
Stigma lingkungan yang burunk, ekonomi keluarga yang kurang
2.      Presipitasi
a.       Biologis
-          Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur pusat informasi
-          Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara aktif menanggapi rangsangan
b.      Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

E.     JENIS-JENIS HALUSINASI
1.      Auditory
Adalah halusinasi pendengaran dimana seseorang mendengar suara-suara
2.      Visual
Adalah halusinasi penglihatan dimana seseorang melihat gambaran mungkin dalam bentuk lintasan cahaya, pandangan yang terperinci atau kompleks
3.      Olfactory
Adalah halusinasi penghidu dimana seseorang membaui bau busuk, sangat menjijikan, bau tengik, tetapi kadang-kadang bau bisa menyenangkan
4.      Gustatory
Adalah halusinasi pengecap dimana seseorang merasa mengecap sesuatu yang busuk, menjijikan, rasa tengik

5.      Tactile
Adalah halusinasi peraba dimana seseorang mengalami perasaan tidak nyaman atau nyeri tanpa adanya rangsangan, misalnya merasakan sensasi listrik datang dari tanah
6.      Cenestetic
Adalah halusinasi dimana seseorang merasakan fungsi tubuhnya sendiri, misalnya seseorang merasakan darah mengalir melalui pembuluh darah
7.      Kinesthetic
Adalah halusinasi dimana seseorang mengalami sensasi pergerakan saat berdiri, tidak bergerak atau sebaliknya pada saat bergerak, dia merasa seperti hanya diam saja

F.     TINGKAT HALUSINASI
1.      Level 1
Menyenangkan-kecemasan rendah. Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan.
Karakteristik:
Kecemasan, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba utnuk memusatkan pada penanganan pikiran untuk mengurangi ansietasnya. Individu memahami bahwa pikiran dan sensorinya itu dapat dikendalikan jika kecemasan dapat diatasi.
Perilaku yang teramati:
a.       Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
b.      Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara.
c.       Gerakan mata yang cepat.
d.      Respon verbal yang lamban.
e.       Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
2.      Level 2
Menyenangkan-kecemasan rendah. Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan.
Karakteristik:
Kecemasan, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba utnuk memusatkan pada penanganan pikiran untuk mengurangi ansietasnya. Individu memahami bahwa pikiran dan sensorinya itu dapat dikendalikan jika kecemasan dapat diatasi.
Perilaku yang teramati:
a.       Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
b.      Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara.
c.       Gerakan mata yang cepat.
d.      Respon verbal yang lamban.
e.       Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
3.      Level 3
Mengendalikan-kecemasan tingkat berat. Pengalaman sensori menjadi penguasa/ menguasai.
Karakteristik:
Menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi, dapat berupa permohonan:individu mungkin merasa kesepian jika pengalaman halusinasi itu hilang.
Perilaku yang teramati:
a.       Mengikuti petunjuk dari halusinasi daripada menolaknya.
b.      Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
c.       Rentang perhatian hanya dalam beberapa menit bahkan detik.
d.      Gejala fisik kecemasan berat seperti keringat banyak, tremor, ketidakmampuan mengiktui petunjuk.
4.      Level 4
Menaklukkan-kecemasan tingkat panik. Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik:
Pengalaman sensori mungkin menakutkan, jika individu tidak mengikuti perintah. Dapat terjadi beberapa jam atau hari jika tidak ditangani dengan baik.
Perilaku teramati:
a.       Perilaku menyerang, teror, panik.
b.      Sangat potensial melakukan bunuh diri atau melukai orang lain.
c.       Kegiatan fisik yang merefleksikan halusik\nasi seperti amuk, agresi, menarik diri.
d.      Tidak mampu merespon petunjuk yang kompleks.
e.       Tidak mampu berespon terhadap lebih dari 1 orang.
G.    HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI
-          Perilaku
-          Faktor predisposisi dan presipitasi
-          Sumber koping : sumber keluarga (pengetahuan tentang penyakit, financial cukup, ketersediaan waktu)
-          Mekanisme koping
a.       Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari
b.      Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
c.       Menarik diri
Pengkajian halusinasi meliputi :
1.      Isi halusinasi
Mendengar atau melihat apa, suaranya berkata apa
2.      Waktu terjadinya halusinasi
Kapan munculnya halusinasi
3.      Frekuensi halusinasi
Seberapa sering halusinasi muncul, berapa kali dalam sehari
4.      Situasi pencetus
Dalam situasi sepertiapa halusinasi sering muncul
5.      Respon terhadap halusiansi
Bagaimana perasaan klien, apa yang dilakukan

H.    STRATEGI MERAWAT PASIEN DENGAN HALUSINASI
1.      Bina hubungan interpersonal dan saling percaya
2.      Kaji gejala halusinasi (termasuklama, intensitas, dan frekuensi)
3.      Fokuskan pada gejala dan minta pasien untuk menguraikan apa yang sedang terjadi
4.      Identifikasi penggunaan obat dan alkohol
5.      Jika ditanya katakan secara singkat bahwa perawat tidak sedang mengalami stimulus yang sama
6.      Sarankan dan kuatkan penggunaan hubungan interpersonal sebagai suatu teknik penatalaksanaan gejala
7.      Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi yang sekarang dan yang terakhir dialami
8.      Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran perasaan tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan dengan halusinasi yang dialaminya
9.      Bantu individu menguraikan kebutuhan yang mungkin tercermin pada isi halusinasinya
10.  Bantu individu mengidentifikasi apakah ada hubungan antara halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin
11.  Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan
12.  Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi kemampuan individu untuk melaksanakan aktivitas hidupsehari-hari

I.       DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1.      Gangguan persepsi sensori
2.      Kerusakan interaksi sosial
3.      Risiko perilaku kekerasaan terhadap diri sendiri dan oranglain
4.      Gangguan proses pikir
5.      Kecemasan
6.      Isolasi Sosial



RENCANA KEPERAWATAN
No
Diagnosa
NOC
NIC
1.
Gangguan persepsi sensori: penglihatan, pendengaran, pengecap, penghidu b/d stres psikologis
Distorted Thought Control
Setelah dilakukan interaksi selama 3 x 24 jam, klien mampu mengendalikan halusinasi dengan indikator/kriteria hasil :
a.       Klien mampu mengenal terjadinya halusinasi.
b.      Klien mampu mengungkapkan isi halusinasi.
c.       Klien mengungkapkan frekuensi halusinasi.
d.      Klien mampu mengungkapkan perasaan terkait dengan halusinasi.

1.      Bina Hubungan Terapeutik Dan Saling Percaya (Complex Relationship Building)
a.       Perkenalkan diri dengan sopan.
b.      Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
c.       Buat kontrak/persetujuan tentang tujuan dan cara prtemuan yang saling dapat diterima dengan cara yang tepat.
d.      Pelihara postur tubuh terbuka.
e.       Ciptakan iklim yang hangat dan menerima secara tepat.\
f.       Berespon pada pesan non verbal klien dengan cara yang tepat.
g.       Tunjukkan ketertarikan pada klien dengan mempertahankan kontak mata, berhadapan, posisi mata sejajar, saat berbicara perawat sedikit membungkuk jika diperlukan.
2.      Manajemen Halusinasi (Halusination Management)
a.       Observasi tingkah laku yang berhubungan dengan halusinasi.
b.      Bantu klien mengenal halusinasi :
1)      Jika dari hasil observasi ditemukan tampak klien mengalami halusinasi, tanyakan apakah klien mengalami halusinasi.
2)      Jika jawaban klien ada, tanyakan apa yang didengar, dilihat, atau dirasakan.
3)      Katakana bahwa perawat percaya apa yang dialami klien tetapi perawat sendiri tidak mendengar/ melihat/merasakan.
4)      Katakana klien lain juga ada yang mengalami hal yang sama.
5)      Katakana bahwa perawat akan membantu klien.
c.       Diskusikan dengan klien waktu, isi, frekuensi, dan situasi pencetus munculnya halusinasi.
d.      Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika halusinasi muncul.
e.       Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
f.       Identifikasi dan diskusikan dengan klien perilaku yang dilakukan saat halusinasi muncul.
g.       Diskusikan manfaat dan akibat dari cara atau perilaku yang dilakukan klien.

2
Kerusakan Interaksi Sosial b/d perubahan proses pikir
Involvement of social
Setelah dilakukan interaksi selama 3 X 24 jam, klien dapat memulai hubungan/interaksi dengan orang lain, dengan indikator/kriteria hasil:
a.       Klien mampu memperkenalkan dirinya dengan orang lain, berjabat tangan, memjawab salam, ada kontak mata, dan meluangkan waktu untuk duduk berdampingan dengan orang lain /perawat.
b.      Klien mau menyebutkan alas an menarik/mengisolasi diri.
c.       Klien mau mengutarakan masalahnya.

1.      Tingkatkan sosialisasi (socialization enhancement)
  1. BHSP (prinsip komunikasi teraputik, pertahankan sikap konsisten, terbuka, tepati janji, dan hindari kesan negative.
  2. Observasi perilaku menarik diri klien
  3. Kaji pengetahuan  klien tentang perilaku mengisolasikan dirinya.
  4. Diskusikan dengan klien hal-hal yang menyebabkan klien mengisolasikan diri
  5. Berikan kesempatan kepada klien untuk menceritakan perasaannya terkait dengan isolasi dirinya
  6. Dorong klien untuk membagi masalah yang dihadapi/dimilikinya
  7.  Dukung klien untuk jujur dan menunjukan identitas dirinya dengan orang lain
  8. Melibatkan dalam TASK
2.      Manajemen Kestabilan Mood serta Perasaan Aman dan Nyaman (Mood Management)
a.       Observasi/monitor kesesuaian antara afek dan ungkapkan secara verbal klien.
a.       Berikan perasaan aman dan nyaman pada klien.
b.      Dorong klien mengungkapkan perasaannya dan mengekspresikannya secara tepat.
c.       Bantu klien mengidentifikasi perasaan yang mendasari keinginan klien untuk tidak melakukan interaksi dengan orang lain.
d.      Dorong klien untuk mengungkapkan hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain.
e.       Diskusikan dengan klien manfaat berinteraksi dengan orang lain.
f.       Diskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
g.       Kelola pemberian obat untuk manjaga kestabilan mood/mood stabilizing (antidepressant, lithium, hormone, dan vitamin-vitamin)
h.      Monitor efek samping obat dan dampaknya terhadap mood klien.
i.        Libatkan klien dalam TAK SS, SP Umum.
j.        Lakukan kolaborasi dengan psikiater bila diperlukan (missal : ECT).


3.      Tingkatkan Sosialisasi (Socialization Enhancement)
a.       Bantu klien mengidentifikasi kelebihan, hambatan, dan kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
b.      Tingkatkan kesadaran klien terhadap kelebihan dan keterbatasan dalam berkomunikasi tersebut.
c.       Dukung klien mengembangkan hubungan/interaksi yang telah terbina.
d.      Dukung dalam aktivitas di ruang perawatan.
e.       Beri reinforcement atas kemampuan dan keberhasilan klien.
f.       Libatkan klien dalam TAKS.

3.
Risiko perilaku kekerasan pada orang lain b/d riwayat kekerasan terhadap orang lain

Control Impuls
Setelah dilakukan interaksi dengan 3x24 jam, klien dapat mengenal lebih awal tanda-tanda akan terjadi perilaku kekerasan dengan indikator/ kriteria hasil :
a.     Klien mampu menyebutkan tanda-tanda akan melakukan kekerasan, seperti perasaan ingin marah, jengkel, ingin merusak, memukul, dll
b.    Klien bersedia melaporkan pada petugas kesehatan saat muncul tanda-tanda kekerasan
c.     Klien melaporkan kepada petugas kesehatan setiap muncul tanda-tanda akan melakukan kekerasan

1.      Bantuan Kontrol Marah (anger control assistance)
a.       Bina hubungan saling percaya
-          prinsip komunikasi terapetik
-          pertahankan sikap yang konsisten : menepati janji, sikap terbuka, kongruen, hindari sikap non verbal yang dapat menimbulkan kesan negatif.
b.      Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c.       Bantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan :
-          Emosi : jengkel, marah, persaan ingin merusak/memukul
-          Fisik : mengepalkan tangan, muka marah, mata melotot, pandangan tajam, rahang tertutup,dsb.
-          Sosial : kasar pada orang lain
-          Intelektual : mendominasi
-          Spiritual : lupa dengan Tuhan
d.      Jelaskan pada klien rentang respons marah
e.       Dukung dan fasilitasi klien untuk mencari bantuan saat muncul marah
2.      Manajemen Lingkungan (environmental Manajemen)
a.        Jauhkan barah yang dapat membahayakan klien dan dimanfaatkan klien.
b.      Lakukan pembatasan (seklusi) terhadap perilaku kekerasan klien baik perilaku verbal maupun non verbal agar tidak menyakiti atau melukai orang lain.
c.       Tempatkan klien pada lingkungan yang restrictive (isolasi : untuk observasi)
d.      Diskusikan bersama keluarga tentang tujuan tindakan seklusi
3.      Latihan Mengontrol Rangsng (Impulse Control Training)
a.       Jelaskan pada klien manfaat penyluran energi marah
b.      bantu klien memilih sendiri cara marah yang adaptif
c.       bantu klien mengambil keputusan untuk mengeluarkan energi marah/perilaku kekerasan yang adaptif
d.      beri kesempatan pada klien untuk mendiskusikan cara yang dipilihnya
e.       anjurkan klian mempraktikkan cara yang dipilihnya
f.       beri kesempatan pada klien untuk mendiskusikan cara yang telah dipraktikan
g.       evaluasi perasaan klien tentang cara yang dipilih dan telah dipraktikkan
4.      Libatkan keluarga dalam perawatan/penanganan klien (family movilization)
a.    Identifikasi peran, kultur, dan situasi keluarga dalam pengaruhnya teryadap perilaku klien
b.   Berikan informasi yang tepat tentang penanganan klien dengan perilaku marah/kekerasan
c.    c. Ajarkan ketrampilan koping efektif yang digunakan untuk pengangan klien marah/perilaku kekerasan
d.   Bantu keluarga memilih/menentukan bantuan dalam menghadapi klien marah/perilaku kekerasan
e.    Berikan konseling pada keluarga
f.    Fasilitasi pertemuan keluarga dengan career/pemberi perawatan
g.    Beri kesempatan pada keluarga untuk mendiskusikan cara yang dipilih
h.   Anjurkan kepada keluarga untuk menerapkan cara yang dipilih.

4.
Perubahan proses pikir b/d  koping individu tidak efektif

Setelah dilakukan interaksi dengan 3x24 jam, kesadaran klien terhadap identitas personal, waktu, dan tempat meningkat/baik dengan kriteria hasil :
a.       Klien mampu mengenal identitas dirinya dengan baik
b.      Klien mengenal identitas orang di sekitarnya dengan tepat/baik
c.       Klien mampu mengidentifikasi tempat dengan benar.
d.      Klien mampu mengidentifikasi waktu (jam, hari, bulan, tahun) dengan benar.


1.      Orientasi Realita (Reality Orientation)
a.       Monitor orientasi klien terhadap realita
b.      Sapa klien dengan namanya pada saat interaksi
c.       Berikan informasi kepada klien terhadap orang, tempat, waktu, sesuai kebutuhan.
d.      Tanyakan satu pertanyaan pada satu waktu
e.       Berikan satu perintah pada satu waktu
f.       Berikan/libatkan klien dalam aktifitas yang konkrit/nyata
g.      Gunakan tanda/gambar/symbol untuk menstimulasi memori dan meningkatkan orientasi.
h.      Hindari stimulasi yang berlebihan yang dapat meningkatkan disorientasi
i.        Fasilitas kunjungan keluarga dan orang-orang yang familiar dengan klien
j.        Libatkan klien dalam TAK Orientasi Realita

2.      Fasilitas Kebutuhan Belajar (Learning Facilitation)
a.       Obsevasi kemampuan klien berkonsentrasi.
b.      Kaji kemampuan klien memahami dan memproses informasi dengan pertanyaan singkat dan sederhana
c.       Tetapkan tujuan pembelajaran yang berguna dan realistis bagi klien
d.      Berikan instruksi setelah klien menunjukkan kesiapan untuk belajar atau menerima informasi
e.       Atur instruksi sesuai tingkat pemahaman klien dari yang singkat dan sederhana sampai yang lebih kompleks.
f.       Gunakan bahasa yang familiar dan mudah dipahami oleh klien.
g.      Dorong klien untuk menjawab pertanyaan dengan singkat dan jelas
h.      Koreksi interprestasi yang salah dari informasi/pertnyaan yang diterima klien dengan cara yang tepat.
i.        Dorong klien untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.
j.        Beri reinforcement pada setiap kemajuan klien.
k.      Libatkan klien dalam TAK SS (Stimulasi Sensorik)


DAFTAR PUSTAKA



NANDA,2012-2014. Panduan Diagnosa keperawatan NANDA 2012-2014 Definisi dan Klasifikasi. Philadhelpia.

NOC, 2000. IOWA Outcome Project Nursing Outcome Classification. Mosby : New York.

NIC, 2000. IOWA Outcome Project Nursing Intervention Classification. Mosby : New York.

Stuart, G. W., 2006. Buku Saku keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

No comments:

Post a Comment